Selamat Datang di Jurnal INTUISI, Blog resmi LAPMI Jaksel

Selamat Datang di Jurnal INTUISI, Blog resmi LAPMI Jaksel.

Terima kasih atas kunjungan Anda sekalian. Jurnal INTUISI, sebagai blog resmi LAPMI HMI MPO Cabang Jakarta Selatan, berusaha menyuguhkan update informasi maupun kajian yang berlangsung di seputar lingkungan HMI MPO Cabang Jakarta Selatan. Kami berharap, para pengunjung sekalian dapat menikmati suguhan ini dan meninggalkan catatan-catatan kecil demi perbaikan ide-ide kami di masa yang akan datang. Sebab, Jurnal INTUISI hadir untuk menangkap pengetahuan secara keseluruhan!

Tim LAPMI Jaksel

Ada Apa di Jurnal INTUISI?

  • Update Jurnal INTUISI Versi Cetak
  • Editorial Aktual
  • Update Info HMI JakSel
  • Opini Beragam
  • Kajian Mendalam
  • Fitur Tambahan Seru
  • Partisipasi Terbuka

Kamis, 12 Februari 2009

Editorial: FATWA MUI HARUS DITELAAH ULANG

Editorial:
Fatwa MUI Harus Ditelaah Ulang

Setelah pada tanggal 23-26 Januari 2009 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang Panjang, Sumatera Barat, MUI berhasil mengeluarkan sekitar 24 fatwa baru dalam forum tersebut. Beberapa fatwa tersebut memancing kontroversi di kalangan ummat, di antaranya yakni fatwa haram golput (tidak memilih dalam Pemilu), fatwa haram merokok dan fatwa haram yoga. Fatwa-fatwa itu disikapi secara berbeda-beda oleh ummat dan ulama lainnya di luar MUI. Di antara mereka itu ada yang menerima, namun juga banyak yang menolak. Perbedaan penerimaan fatwa MUI tersebut setidaknya memancing pertanyaan mendesak yang perlu diajukan, yaitu mengapa ummat begitu berbeda dalam menanggapi fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI? Mengapa tidak semua fatwa MUI diterima begitu saja oleh ummat?


MUI memang memiliki beberapa argumen penting dalam mendukung beberapa fatwa haram tersebut. Misalnya, untuk fatwa golput, MUI berpendapat bahwa Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Selain itu, memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Adapun fatwa haram merokok muncul disebabkan oleh semakin berbahayanya rokok dalam memperburuk kualitas kesehatan ummat. Sedangkan, fatwa faram yoga muncul sebab ada dugaan bahwa yoga menggunakan beberapa ritual hindu dalam prakteknya.
Masalahnya, argumen MUI tersebut digugurkan satu per satu – bukan oleh pemuka agama lain – justru oleh ummat Islam sendiri. Fatwa yoga ditolak oleh kalangan ummat yang menikmati manfaat kesehatan yang didapatkan oleh yoga. Kemudian, fatwa merokok ditolak – terutama oleh ulama tradisional pesantren – karena industri rokok merupakan tumpuan utama roda ekonomi sebagian ummat. Adapun untuk fatwa haram golput, beberapa kelompok Islam garis keras tegas-tegas menolak fatwa haram golput disebabkan pandangan politik mereka, yang memandang bahwa sistem politik Indonesia saat ini tidak Islami.
Ironisnya, penolakan atas fatwa MUI hampir tidak kelihatan saat MUI mengeluarkan fatwa sesat, contohnya Ahmadiyah. Sebagian besar ummat jelas-jelas menerima secara membabi-buta, bahkan dengan tanpa disuruh oleh MUI, langsung meluluhlantahkan seluruh fasilitas ibadah Ahmadiyah. Keadaan mereka saat itu seakan memperlihatkan bahwa otoritas MUI sama sekali tidak bisa terbantahkan.
Fenomena perbedaan penerimaan fatwa MUI ini memang mengkhawatirkan. Karenanya, kita harus melihat akar utama yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, fatwa MUI memang telah disadari – meski sering kali disangkal oleh ummat sendiri – tidak cukup kuat dalam konteks sumber hukum Islam, apalagi sumber hukum NKRI. Fatwa MUI akhirnya diakui hanya sebatas pendapat atau rujukan yang sifatnya tidak mengikat. Sekarang, tinggal ummat Islam harus jujur dan menerima kenyataan ini secara arif.
Kedua, penerimaan dan penolakan atas fatwa MUI lebih condong disebabkan adanya kepentingan tertentu, yang bisa saja disepakati ataupun tidak. Perbedaan ini terlihat dalam kasus penolakan fatwa haram golput, di mana kelompok Islam garis keras menolaknya disebabkan perbedaan ideologi dan kepentingan politis.
Ketiga, persoalan fatwa MUI ini, secara tersirat, diterima atau ditolak oleh ummat disebabkan persoalan suka atau tidak suka (like or dislike). Sisi ini terlihat dalam kasus fatwa haram merokok atau yoga. Mereka yang sudah terlalu suka dengan rokok atau yoga, cenderung menolak fatwa MUI, meskipun memang ada juga yang menerima dan langsung berhenti merokok atau yoga. Hal ini sekaligus menunjukkan tingkat kedewasaan ummat, yang sudah berani secara pragmatis menerima atau menolak fatwa tersebut.
Keempat, MUI kurang jeli dalam pemilihan fatwa yang hendak dikeluarkan. MUI terlalu gegabah dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak secara langsung bersentuhan dengan persoalan teologis ummat. Ini terlihat seperti dalam kasus fatwa yoga dan merokok.
Keempat, MUI kurang mengkaji substansi persoalan fatwa yang dikeluarkan, dan akibat yang mungkin ditimbulkannya. Misalnya, dalam kasus fatwa haram golput. MUI seakan-akan ingin memperbaiki kualitas partisipasi politik masyarakat, dalam konteks demokrasi. Padahal, sebenarnya mereka gagal memahami substansi demokrasi itu sendiri. Akibatnya, dengan fatwa haram golputnya, MUI dinilai kurang bisa menghargai hak-hak asasi manusia. Dalam kasus lainnya, seperti fatwa haram merokok, MUI kurang sensitif menangkap kenyataan bahwa industri rokok adalah juga tempat bergantung sebagian ummat untuk bekerja dan menopang hidupnya. Padahal, MUI sendiri kurang bertanggung jawab dalam menawarkan solusi jitu atas akibat lanjutan dari fatwa haram merokok itu.
Kelima, sebagian besar ummat sudah jenuh dengan terlalu banyaknya aturan hidup berupa fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Fatwa MUI juga cenderung diteruskan menjadi sebentuk anarkisme massal oleh sebagian ummat Islam. Bahkan, fatwa MUI juga gagal dalam merepresentasikan aspirasi otentik dari ummat Islam yang sebagian besar mengalami ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik.
Karenanya, MUI sebaiknya segera menimbang kembali peranannya, dan juga krisis dalam ummat Islam akibat fatwa-fatwa kontroversialnya. MUI harus introspeksi diri, dan ummat pun harus semakin tegas dalam hal standar penerimaan dan penolakan sebuah fatwa.

1 komentar:

  1. Banten, Jawa Barat. Org ini telah merompak minimart (INDOMARET) tak sempat merompak polis datang.. Nak d tangkap dia melawan. D tembak peluru x tembus (kebal) lalu mau d tangkap terus ia lari tp tak takut pistol @ peluru. D tembak x mati.... Gila. Terjadinya kelmarin gara2 covid19, xdak duit lalu dia rompak🤣🤣🤣

    BalasHapus

Follow Up LK 1

Artikel Terpopuler

Widget edited by Anang

Tentang LAPMI Jaksel

Foto saya
Ciputat, Jakarta Selatan/Tangerang Selatan, Indonesia
Blog ini dikelola oleh LAPMI HMI MPO Cabang Jakarta Selatan sejak 30 Oktober 2008. LAPMI adalah singkatan dari Lembaga Pers Mahasiswa Islam. Blog ini diharapkan menjadi media di dunia maya untuk mempublikasikan karya-karya LAPMI HMI MPO Jaksel. Direktur Utama: Daimah Fatmawati Direktur Litbang: Bahrul Haq Al-Amin Direktur Penerbitan: Sunardi Panjaitan. Selamat menyimak!

Personel LAPMI Jaksel

  • Daimah Fatmawati as Direktur Utama
  • Sunardi Panjaitan as Direktur Penerbitan
  • Bahrul Haq Al-Amin as Direktur Litbang
  • Iffati Zamimah as Sekretaris LAPMI

Notifikasi Email

Masukkan alamat email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan jika ada artikel/berita terbaru!

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang