Selamat Datang di Jurnal INTUISI, Blog resmi LAPMI Jaksel

Selamat Datang di Jurnal INTUISI, Blog resmi LAPMI Jaksel.

Terima kasih atas kunjungan Anda sekalian. Jurnal INTUISI, sebagai blog resmi LAPMI HMI MPO Cabang Jakarta Selatan, berusaha menyuguhkan update informasi maupun kajian yang berlangsung di seputar lingkungan HMI MPO Cabang Jakarta Selatan. Kami berharap, para pengunjung sekalian dapat menikmati suguhan ini dan meninggalkan catatan-catatan kecil demi perbaikan ide-ide kami di masa yang akan datang. Sebab, Jurnal INTUISI hadir untuk menangkap pengetahuan secara keseluruhan!

Tim LAPMI Jaksel

Ada Apa di Jurnal INTUISI?

  • Update Jurnal INTUISI Versi Cetak
  • Editorial Aktual
  • Update Info HMI JakSel
  • Opini Beragam
  • Kajian Mendalam
  • Fitur Tambahan Seru
  • Partisipasi Terbuka

Kamis, 19 Februari 2009

Milis LAPMI Jaksel Keluar


LAPMI Jaksel akhirnya menyediakan layanan mailing list (milis) sebagai media tukar pikiran lebih dalam antar pembaca Jurnal Intuisi versi blog dan cetak, dan keguanaan lainnya yang berhubungan dengan LAPMI Jaksel.
Untuk mendaftar, silahkan kirimkan email kosong Yahoo Anda ke alamat: lapmijaksel-subscribe@yahoogroups.com
atau kunjungi www.yahoogroups.com, lalu search: LAPMI Jaksel dan langsung daftar sebagai anggota milis.
Setelah Anda bergabung, silahkan berpartisipasi aktif sebagai anggota milis LAPMI Jaksel.

Post message: lapmijaksel@yahoogroups.com
Subscribe: lapmijaksel-subscribe@yahoogroups.com
Unsubscribe: lapmijaksel-unsubscribe@yahoogroups.com
Selengkapnya...

Rabu, 18 Februari 2009

Capres Independen Ditolak, What Next?

Kemarin MK akhirnya memutuskan untuk menolak uji materi tentang capres independen. Sangat disayangkan memang, padahal harapan itu sempat hadir lewat sosok Fadjroel Rachman yang berani membawa isu ini ke MK.


Terlepas dari kegagalan beliau, saat ini toh Bang Fadjroel menjadi ikon demokrasi baru di Indonesia. Sosoknya terasa semakin segar, manakala kita ingat betapa sesaknya nama Capres hanya oleh orang itu-itu saja; SBY dan Megawati. So, sekarang ini, tentang Capres Independen akan kita tunda hingga usaha amandemen uud 1945 kembali bergulir, untuk memberi peluang kepada capres independen.
Lalu, apa peran dan sikap HMI MPO dalam melihat fenomena ini?
HMI MPO untuk saat ini sangat tertinggal dalam mendorong demokrasi yang lebih baik di Indonesia. Hampir tidak ada wacana dan perjuangan baru yang diusung olehnya. Miris memang. Apalagi, kita ingat, dalam kompas edisi kemarin, HMI justru telah lebih dulu mewacanakan Pemilih Cerdas dan berkomitmen untuk mengawal pemilu 2009 dengan melakukan pendidikan pemilih. Lalu, apa artinya wacana HMI MPO yang bertekad untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu 2009. NON SENSE! Tidak Ada! Nihil! atau Bohong!
HMI MPO hanya berteriak-teriak (atau bahkan diam!!) dalam kerangkeng yang dibuat oleh mereka sendiri.
Nah, ada momentum pasca putusan MK yang menolak Capres INdependen. Sebaiknya, HMI MPO kembali menyuarakan TOLAK PEMILU sebagai penegas identitas dan sikap politiknya. Walaupun sudah agak ketinggalan, namun bila HMI MPO mengambil posisi dan sikap TOLAK PEMILU, maka strategi ini akan sangat menarik.
TOLAK PEMILU adalah ekspresi dan antitesis terhadap keluarnya FATWA HARAM GOLPUT oleh MUI dan gagasan PEMILIH CERDAS oleh HMI. POsisi ini sangat berarti, pertama, berlawanan dengan fatwa MUI berarti menegaskan HMI MPO sebagai organisasi intelektual bukannya kelompok fukaha belaka. kedua, mengimbangi wacana Pemilih Cerdas dari HMI berarti HMI MPO konsisten dengan posisi antitesis terhadap HMI, dan tetap memegang identitas kritis atas negara ini.
Bila di tahun 2004, HMI MPO menolak Pemilu dikarenakan banyaknya kekacauan dalam proses dan tahapan pemilu, termasuk unsur-unsur di dalamnya, maka di Pemilu 2009 pun tidak jauh beda keadaannya. Jadi, tunggu apa lagi??
TOLAK PEMILU DAN PILPRES 2009!!!
Selengkapnya...

Kamis, 12 Februari 2009

Editorial: FATWA MUI HARUS DITELAAH ULANG

Editorial:
Fatwa MUI Harus Ditelaah Ulang

Setelah pada tanggal 23-26 Januari 2009 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang Panjang, Sumatera Barat, MUI berhasil mengeluarkan sekitar 24 fatwa baru dalam forum tersebut. Beberapa fatwa tersebut memancing kontroversi di kalangan ummat, di antaranya yakni fatwa haram golput (tidak memilih dalam Pemilu), fatwa haram merokok dan fatwa haram yoga. Fatwa-fatwa itu disikapi secara berbeda-beda oleh ummat dan ulama lainnya di luar MUI. Di antara mereka itu ada yang menerima, namun juga banyak yang menolak. Perbedaan penerimaan fatwa MUI tersebut setidaknya memancing pertanyaan mendesak yang perlu diajukan, yaitu mengapa ummat begitu berbeda dalam menanggapi fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI? Mengapa tidak semua fatwa MUI diterima begitu saja oleh ummat?


MUI memang memiliki beberapa argumen penting dalam mendukung beberapa fatwa haram tersebut. Misalnya, untuk fatwa golput, MUI berpendapat bahwa Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Selain itu, memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Adapun fatwa haram merokok muncul disebabkan oleh semakin berbahayanya rokok dalam memperburuk kualitas kesehatan ummat. Sedangkan, fatwa faram yoga muncul sebab ada dugaan bahwa yoga menggunakan beberapa ritual hindu dalam prakteknya.
Masalahnya, argumen MUI tersebut digugurkan satu per satu – bukan oleh pemuka agama lain – justru oleh ummat Islam sendiri. Fatwa yoga ditolak oleh kalangan ummat yang menikmati manfaat kesehatan yang didapatkan oleh yoga. Kemudian, fatwa merokok ditolak – terutama oleh ulama tradisional pesantren – karena industri rokok merupakan tumpuan utama roda ekonomi sebagian ummat. Adapun untuk fatwa haram golput, beberapa kelompok Islam garis keras tegas-tegas menolak fatwa haram golput disebabkan pandangan politik mereka, yang memandang bahwa sistem politik Indonesia saat ini tidak Islami.
Ironisnya, penolakan atas fatwa MUI hampir tidak kelihatan saat MUI mengeluarkan fatwa sesat, contohnya Ahmadiyah. Sebagian besar ummat jelas-jelas menerima secara membabi-buta, bahkan dengan tanpa disuruh oleh MUI, langsung meluluhlantahkan seluruh fasilitas ibadah Ahmadiyah. Keadaan mereka saat itu seakan memperlihatkan bahwa otoritas MUI sama sekali tidak bisa terbantahkan.
Fenomena perbedaan penerimaan fatwa MUI ini memang mengkhawatirkan. Karenanya, kita harus melihat akar utama yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, fatwa MUI memang telah disadari – meski sering kali disangkal oleh ummat sendiri – tidak cukup kuat dalam konteks sumber hukum Islam, apalagi sumber hukum NKRI. Fatwa MUI akhirnya diakui hanya sebatas pendapat atau rujukan yang sifatnya tidak mengikat. Sekarang, tinggal ummat Islam harus jujur dan menerima kenyataan ini secara arif.
Kedua, penerimaan dan penolakan atas fatwa MUI lebih condong disebabkan adanya kepentingan tertentu, yang bisa saja disepakati ataupun tidak. Perbedaan ini terlihat dalam kasus penolakan fatwa haram golput, di mana kelompok Islam garis keras menolaknya disebabkan perbedaan ideologi dan kepentingan politis.
Ketiga, persoalan fatwa MUI ini, secara tersirat, diterima atau ditolak oleh ummat disebabkan persoalan suka atau tidak suka (like or dislike). Sisi ini terlihat dalam kasus fatwa haram merokok atau yoga. Mereka yang sudah terlalu suka dengan rokok atau yoga, cenderung menolak fatwa MUI, meskipun memang ada juga yang menerima dan langsung berhenti merokok atau yoga. Hal ini sekaligus menunjukkan tingkat kedewasaan ummat, yang sudah berani secara pragmatis menerima atau menolak fatwa tersebut.
Keempat, MUI kurang jeli dalam pemilihan fatwa yang hendak dikeluarkan. MUI terlalu gegabah dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak secara langsung bersentuhan dengan persoalan teologis ummat. Ini terlihat seperti dalam kasus fatwa yoga dan merokok.
Keempat, MUI kurang mengkaji substansi persoalan fatwa yang dikeluarkan, dan akibat yang mungkin ditimbulkannya. Misalnya, dalam kasus fatwa haram golput. MUI seakan-akan ingin memperbaiki kualitas partisipasi politik masyarakat, dalam konteks demokrasi. Padahal, sebenarnya mereka gagal memahami substansi demokrasi itu sendiri. Akibatnya, dengan fatwa haram golputnya, MUI dinilai kurang bisa menghargai hak-hak asasi manusia. Dalam kasus lainnya, seperti fatwa haram merokok, MUI kurang sensitif menangkap kenyataan bahwa industri rokok adalah juga tempat bergantung sebagian ummat untuk bekerja dan menopang hidupnya. Padahal, MUI sendiri kurang bertanggung jawab dalam menawarkan solusi jitu atas akibat lanjutan dari fatwa haram merokok itu.
Kelima, sebagian besar ummat sudah jenuh dengan terlalu banyaknya aturan hidup berupa fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Fatwa MUI juga cenderung diteruskan menjadi sebentuk anarkisme massal oleh sebagian ummat Islam. Bahkan, fatwa MUI juga gagal dalam merepresentasikan aspirasi otentik dari ummat Islam yang sebagian besar mengalami ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik.
Karenanya, MUI sebaiknya segera menimbang kembali peranannya, dan juga krisis dalam ummat Islam akibat fatwa-fatwa kontroversialnya. MUI harus introspeksi diri, dan ummat pun harus semakin tegas dalam hal standar penerimaan dan penolakan sebuah fatwa.

Selengkapnya...

Selasa, 10 Februari 2009

MENGURAI PEMBELAJARAN ECOEDUCATION

MENGURAI PEMBELAJARAN ECOEDUCATION
Lukni Maulana*

Salah satu problem mendasar yang dialami manusia di zaman modern ini yaitu krisis ekologis atau permasalahan lingkungan. Sebab manusia modern telah medeklarasikan alam. Alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dominasi terhadap alamlah yang menyebabkan masalah bencana, kepadatan penduduk, kurangnya ruang bernafas, kemacetan kehidupan kota, pengurasan jenis sumber alam, hancurnya keindahan alam. Arti dominasi atas alam dan konsepsi materialistik tentang alam yang dianut manusia modern ini telah didukung dengan nafsu dan ketamakan yang semakin banyak menuntut lingkungan.


Semua ini dalam pandangan filosofis akibat dari cara pandang yang dualistik-mekanistik dan materialistik. Cara pandang ini menyebabkan terjadinya dikotomik atau diversitas (pembedaan) seperti; subyek-obyek, manusia-alam, manusia-Tuhan, suci-sekuler, timur-barat. Cara pandang dikotomik ini menyebabkan tidak harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam yang telah dihancurkan. Semua ini terkait dengan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh hancurnya harmoni antara Tuhan dan manusia.
Sekarang ini Indonesia masih memiliki 10% hutan tropis yang masih tersisa. Setiap tahunnya keadaan luas hutan terus menyusut dengan sangat cepatnya dan sangat menghawatirkan kondisi spesies hutan maupun pesisir. Hutan di Indonesia masih memiliki 12% jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia, 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan. Jumlah spesies tersebut bahkan terus berkurang atau lenyap seiring dengan kondisi luas hutan yang terus menyusut.
Aktivitas manusia melakukan penebangan hutan yang terlalu cepat dan eksploitasi hutan untuk industri serta pengalihan lahan hutan menjadi pemukiman dan pertanian. Dari aspek ini, hutan menjadi gundul dan mengakibatkan semburan miliaran ton partikel, gas karbondioksida serta klorofluorokarbon. Emisi karbon ini ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaruhi, seperti batu bara, gas, dan minyak bumi. Kerusakan hutan khususnya di Indonesia sebagai paru-paru dunia memiliki andil besar sebagai pemicu perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari menipisnya lapisan ozon.
Kondisi lingkungan dengan dirusaknya hutan, pembakaran, illegal logging, lahan petanian di sulap menjadi area industri dan perumahan. Telah membawa dampak negatif seperti kekeringan dan pada musim penghujan akan menyebabkan bencana banjir serta tanah longsor. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat merasakan dampak kerusakan sistem cuaca. Perubahan iklim dan terjadinya bencana yang bertubi-tubi akan mengancam ketersediaan sumber daya alam. Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan membawa akibat terhadap alam lingkungannya. Pencemaran udara, tanah, dan air, yang terkadang membawa akibat seperti tidak suburnya lahan pertanian, banjir dan tanah longsor.
Bukan penuan alam
Sudah jelas diketahui bahwa kerusakan alam dan lingkungan hidup yang dasyat bukan di sebabkan oleh penuaan alam itu sendiri tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu berdalih memanfaatkannya, yang sesungguhnya sering kali mengeksploitasi tanpa memperdulikan kerusakan lingkungan.
Dalam hal ini sesuai dengan pandangan dunia baru perlu rekonstruksi non dikotomik yang menempatkan kesadaran (mind) dan materi (matter) serta tidak terjadi pembedaan antara subyek obyek, manusia, alam dan Tuhan. Maka diperlukan langkah-langkah partisipatif untuk mencegah problem kondisi lingkungan dan sumber daya alam.
Dengan demikian pembelajaran ekoeducation sangat di butuhkan, walaupun kenyataanya ecoeducation merupakan pendidikan berwawasan lingkungan yang terintegrasikan dengan semangat pentingnya pendidikan nilai berbasis agama. Hal ini sebagai upaya mewujudkan tujuan pembagunan millenium (MGD) yang merupakan salah satu dari tujuan tersebut yaitu memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Dengan mensosialisasikan kepada masyarakat sadar dan peduli lingkungan serta pelarangan penambangan, penebangan dan pembangunan pemukiman kawasan lindung. Melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan. Serta pemerintah harus mulai serius untuk tidak mengeluarkan izin yang terkait dengan pengelolaan hutan terhadap pihak asing.
Ecoeducation merupakan pebelajaran yang berorientasi kepada revitalisasi pendidikan yang selama ini gagal menanamkan nilai-nilai lingkungan. Maka melalui ecoeducation diharapkan terjadi penyadaran lingkungan dan semangat konservasi alam dan lingkungan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengalang penanaman pohon untuk setiap warga masyarakat Indonesia. Serta melalui penataan daerah berbasis lingkungan, sebab selama ini daerah-daerah rawan bencana terjadi akibat adanya pengalihan fungsi dari lahan pertanian ke perindustrian dan hutan ke perumahan dan pertanian. Membangun kembali daerah-daerah hutan tropis sebagai kawasan yang dilindungi dan memberikan yang terbaik terhadap spesies penghuni hutan atau lingkungan.
Selama ini memang bidang pendidikan menghadapi tantangan zaman global sebagai akibat dari dampak krisis ekologi, dalam hal ini perlu adanya konstruksi paradigma baru pada arah epistemologi. Format pendidikan yang sesuai kondisi di atas, perlu menyajkan salah satu strategi dengan pembelajaran ekoeducation yang berbasis agama sebagai sumber penanaman jiwa anak didik. Pembelajaran ekoeducation yaitu upaya kegiatan belajar mengajar dengan mengintroduksi keanekaragaman hayati pada setiap mata pelajaran dan penanaman nilai spiritualitas supaya tumbuh kesadaran hubungan harmoni antara manusia, Tuhan dan alam.
Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkunganya itu tercermin juga di dalam cara hidup mereka dalam mata pencaharian hidup. Cara pencaharian hidup masyarakat sederhananya biasanya memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya. Misalnya; suatu kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan, mereka otomatis sangat bergantung dari alam pegunungan dengan cara bertani, berternak, berkebun, dan berladang. Kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, meraka sangat bergantung dari kondisi pesisir dengan cara melaut, pertambakan, dan sangat bergantung dari hasil laut
Pembelajaran ekoeducation juga perlu diberikan kepada setiap masyarakat, sebab masyarakat merupakan sistem sosial yang memiliki interaksi dan komunikasi langsung dengan lingkungan hidupnya. Masyarakat memiliki andil besar dalam melestarikan dan menjaga keseimbangan (equilibrium) lingkungan, karena masyarakat sebagai penghuni lingkungan hidup. Menjunjung tinggi kesadaran lingkungan adalah sebuah alternatif individu, dan akhirnya menuntut kesadaran kolektif
Peran masyarakat dalam penyadaran lingkungan perlu di wujudkan melalui program yang terencana baik secara organisatoris maupun personal, yaitu melalui pembelajaran ekoeducation yang perlu di berikan kepada khalayak umum masyarakat di RT dan RW setempat. Dengan memberikan pembelajaran ekoeducation kepada setiap penghuni rumah tangga, mereka akan mendapatkan pengetahuan dan juga sikap yang sadar akan lingkungan hidup. Melalui penyadaran itulah baik pemerintah ataupun masyarakat itu sendiri akan tertanan nilai-nilai untuk menghargai lingkungan hidupnya. Membangun suri tauladan, itulah yang dapat memberikan perhatian dengan memperlakukan lingkungan hidup dengan penuh tanggung jawab.

* Aktifis HMI Cabang Semarang dan Pengiat di Sanggar ILCI (Ilmu dan Cinta) Semarang
Jl. H. Abdul Rasyid Banjardowo Rt 2 Rw VI Genuk Semarang 50117
Tlp. (024) 76587309 Hp. 085641282957

Selengkapnya...

Follow Up LK 1

Artikel Terpopuler

Widget edited by Anang

Tentang LAPMI Jaksel

Foto saya
Ciputat, Jakarta Selatan/Tangerang Selatan, Indonesia
Blog ini dikelola oleh LAPMI HMI MPO Cabang Jakarta Selatan sejak 30 Oktober 2008. LAPMI adalah singkatan dari Lembaga Pers Mahasiswa Islam. Blog ini diharapkan menjadi media di dunia maya untuk mempublikasikan karya-karya LAPMI HMI MPO Jaksel. Direktur Utama: Daimah Fatmawati Direktur Litbang: Bahrul Haq Al-Amin Direktur Penerbitan: Sunardi Panjaitan. Selamat menyimak!

Personel LAPMI Jaksel

  • Daimah Fatmawati as Direktur Utama
  • Sunardi Panjaitan as Direktur Penerbitan
  • Bahrul Haq Al-Amin as Direktur Litbang
  • Iffati Zamimah as Sekretaris LAPMI

Notifikasi Email

Masukkan alamat email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan jika ada artikel/berita terbaru!

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang