Selamat Datang di Jurnal INTUISI, Blog resmi LAPMI Jaksel

Selamat Datang di Jurnal INTUISI, Blog resmi LAPMI Jaksel.

Terima kasih atas kunjungan Anda sekalian. Jurnal INTUISI, sebagai blog resmi LAPMI HMI MPO Cabang Jakarta Selatan, berusaha menyuguhkan update informasi maupun kajian yang berlangsung di seputar lingkungan HMI MPO Cabang Jakarta Selatan. Kami berharap, para pengunjung sekalian dapat menikmati suguhan ini dan meninggalkan catatan-catatan kecil demi perbaikan ide-ide kami di masa yang akan datang. Sebab, Jurnal INTUISI hadir untuk menangkap pengetahuan secara keseluruhan!

Tim LAPMI Jaksel

Ada Apa di Jurnal INTUISI?

  • Update Jurnal INTUISI Versi Cetak
  • Editorial Aktual
  • Update Info HMI JakSel
  • Opini Beragam
  • Kajian Mendalam
  • Fitur Tambahan Seru
  • Partisipasi Terbuka

Jumat, 31 Oktober 2008

Mutu Agama Abad 21; Satu Jejak Pemikiran F. Magnis Suseno

Mutu Agama Abad 21; Satu Jejak Pemikiran F. Magnis Suseno

Oleh: Bahrul Haq Al-Amin*


“…jelaslah, di abad ke-21 mutu suatu agama tidak akan diukur lagi dari klaim-klaimnya sendiri, melainkan dari apakah dia benar-benar menunjukkan diri sebagai kekuatan sosial yang sungguh-sungguh positif.”


Franz Magnis Suseno

Makalah tidak diterbitkan, 2007






Berangkat dari cermin sejarah agama-agama monotheis – terkecuali agama budha – yang konon cenderung berdarah-darah, membuat Romo Magnis berpikir bagaimana seharusnya kualitas agama abad ke-21 ditegakkan. Dengan tanpa perlu berpanjang kata membahas secara detail mengapa agama-agama monotheis begitu cenderung kepada kekerasan dan kekejaman, Romo Magnis menduga bahwa di abad ke-21 agama harus mampu menjadi kekuatan sosial yang positif.

Tulisan ini bermaksud untuk melanjutkan penelusuran Romo Magnis terhadap gagasan mutu agama abad ke-21. Mengingat betapa zaman bergerak begitu cepat, sehingga agama pantas untuk berada di garis terdepan untuk menjadi kekuatan sosial yang positif.


Mempositifkan Agama

Mengenai citra positif agama, Romo Magnis berkata bahwa,

“Positif berarti ramah, mendukung kehidupan, mendamaikan, toleran terhadap ketidakadilan, penindasan dan peminggiran mereka yang lemah di mana pun dan dari golongan apa pun, yang tidak sedikit pun menakutkan, jadi yang anti kekerasan, komunikatif, mampu membangun hubungan atas dasar saling percaya.” (Magnis, 2007)

Nilai-nilai positif di atas seyogyanya mencukupi bagi agama untuk menunjukkan kembali pesonanya di tengah hingar-bingar keduniawian masa kini. Nilai-nilai ramah, damai, toleran dan mendukung kehidupan menjadi esensi agama yang sejak lama ditinggalkan oleh pelaku sejarah agama-agama. Menyapa umat dengan ramah menjadi kerinduan yang teramat dalam dan diharapkan muncul dari agama-agama saat ini. Tentu saja, agama tidak lagi sepatutnya menyapa umat dengan “keras” dan terkesan egois. Dalam hal ini, para pemuka agama harus kembali membudayakan seruan dakwahnya dengan penuh ramah tamah dan tidak congkak alias merasa benar sendiri. Hal ini tidak hanya berlaku bagi umat suatu agama tertentu, akan tetapi juga sifat ramah ini harus pula ditunjukkan terhadap mereka yang berbeda agama dan aliran keagamaan.

Konteks perjumpaan dengan yang lain inilah yang harus dilandasi dengan nilai kedamaian. Istilah damai ini merupakan tindak lanjut dari nilai ramah di atas. Damai artinya berlandaskan pada niat baik, dan dijalankan dengan cara yang baik. Damai berarti pula menghindari konfrontasi dan sifat arogan. Damai bisa berlaku sebagai suasana dalam sebuah kontaks tempat dan waktu, juga dapat berlaku dalam proses perjumpaan , interaksi dan negosiasi antara satu pihak dengan pihak lain. Suasana damai dalam sebuah komunitas agama tertentu, juga suasana damai ketika komunitas agama tersebut berinteraksi dengan agama yang lain, tentunya membuat elemen agama dalam tatanan masyarakat menjadi faktor positif yang bisa mencairkan suasana dan mengalirkan hawa damai yang menyejukkan. Damai menjadi kunci proses dialog intra maupun antar agama.

Ramah dan damai saja rupanya belum cukup tanpa adanya suatu sikap toleran. Jadi tidak sekedar hidup ber-ko-eksistensi saja, atau mengakui keberadaan orang lain dalam hidup kita. Tapi, agama-agama – maupun intra agama – juga harus sebisa mungkin mengupayakan usaha-usaha ke arah empati sosial, menghargai perbedaan, dan saling memahami di antara mereka. Romo Magnis bahkan merinci agar, “…toleran terhadap ketidakadilan, penindasan dan peminggiran mereka yang lemah di mana pun dan dari golongan apa pun,…” Maksudnya ialah bahwa agama-agama semestinya juga tidak lupa untuk tetap bersikap peduli terhadap kaum lemah dan terpinggirkan, akibat ketidakadilan dan penindasan, siapa pun, di mana pun dan dari golongan apa pun dia berasal.

Setelah mampu bersikap toleran, ada hal yang tidak boleh terlupakan. Bahwa, agama mesti berpegang pada prinsip mendukung hidup dan kehidupan. Prinsip penting yang selama masa modern ini telah banyak menginspirasi penduduk dunia untuk bersatu melawan pengalaman-pengalaman keji, termasuk genocide dan kejahatan perang lainnya, yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang teramat banyak. Romo Magnis seolah mengingatkan bahwa agama pun pernah menjadi faktor penyebab berlangsungnya perang massal yang menghilangkan banyak nyawa manusia. Kita tentu saja tidak ingin kembali ke masa-masa gelap seperti itu. Karenanya, memperhatikan prinsip mendukung kehidupan ini sangat penting. Bahkan, di masa sekarang, prinsip ini bila dikaitkan dalam konteks isu global warming menjadi semakin terasa penting. Sebab bisa memberi kita makna bahwa hidup bukan hanya milik manusia saja, tetapi juga milik seluruh alam. Karena itu kita harus selalu menjaga kelestariannya.

Dengan nilai-nilai positif tersebut, agama-agama dapat meraih citra positifnya sesuai dengan yang diperlukan dalam konteks kekinian, antara lain citra tidak menakutkan, anti kekerasan, komunikatif, dan mampu membangun hubungan atas dasar saling percaya.


Kekuatan Sosial yang Positif

Citra positif di atas sangat siap dan terbuka untuk dibawa ke dalam arena kekuatan sosial, di mana beragam kekuatan sosial bermain di dalamnya. Dengan citra positif agama tersebut, kekuatan sosial lainnya jadi punya pegangan yang lebih teguh dan menyejukkan sehingga tidak segan untuk mendasarkan diri pada agama. Jadilah peran serta agama kembali diperhitungkan dan tidak lagi ditakuti sebagai satu elemen destruktif bagi masyarakat. Tidak cukup sampai di situ, agama pada akhirnya tidak hanya akan menjadi sebuah anasir pengaruh atas kekuatan sosial lainnya, akan tetapi agama sendiri pun dapat menjadi kekuatan sosial positif yang otonom manakala kekuatan sosial lainnya menyalahi prinsip hidup bersama yang selama ini digadang-gadang oleh kita bersama. Agama-agama tentu saja boleh menjalin kerja sama dengan kekuatan sosial lainnya, asalkan saja tidak malah terkooptasi oleh kepentingan politis atau materialis sesaat mereka. wallahu’alam bis shawab.



*Bahrul Haq Al-Amin

Peneliti di Institut Epistema, Jakarta. Juga Direktur Litbang HMI Cabang Jakarta Selatan. Bisa ditemui di http://bahrulhaq.multiply.com// , http://www.friendster.com/bahrulhaq . Bisa dihubungi via email: bahrulhaq@yahoo.co.id

download artikel ini:

http://rapidshare.com/files/160064232/Mutu_agama_abad_21.rtf.html



Selengkapnya...

Follow Up LK 1

Artikel Terpopuler

Widget edited by Anang

Tentang LAPMI Jaksel

Foto saya
Ciputat, Jakarta Selatan/Tangerang Selatan, Indonesia
Blog ini dikelola oleh LAPMI HMI MPO Cabang Jakarta Selatan sejak 30 Oktober 2008. LAPMI adalah singkatan dari Lembaga Pers Mahasiswa Islam. Blog ini diharapkan menjadi media di dunia maya untuk mempublikasikan karya-karya LAPMI HMI MPO Jaksel. Direktur Utama: Daimah Fatmawati Direktur Litbang: Bahrul Haq Al-Amin Direktur Penerbitan: Sunardi Panjaitan. Selamat menyimak!

Personel LAPMI Jaksel

  • Daimah Fatmawati as Direktur Utama
  • Sunardi Panjaitan as Direktur Penerbitan
  • Bahrul Haq Al-Amin as Direktur Litbang
  • Iffati Zamimah as Sekretaris LAPMI

Notifikasi Email

Masukkan alamat email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan jika ada artikel/berita terbaru!

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang