Mempertegas Identitas HMI-MPO
Oleh: Sunardi Panjaitan
Persoalan identitas organisasi menjadi sebuah keniscayaan yang mutlak dimiliki oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya identitas yang jelas akan sulit sebuah organisasi memperkenalkan dirinya kepada dunia luar. Sehingga identitas organisasi sangat penting di miliki oleh setiap organisasi.
Identitas bisa berupa radikalisasi dan militansi gerakan dalam artian sebuah organisasi dikenal karena seringnya melakukan perlawan terhadap rezim pemerintah. Bisa jadi karena dengan tingkat intelektualitas yang tinggi misalnya organisasi dikenal karena mempunyai tradisi intelektual dengan dibuktikan oleh banyaknya anggota yang mampu mnghasilkan karya ilmiah. Atau dengan mempertegas simbol religius keagamaan sebuah identitas organisasi.
Dalam kontek HMI-MPO (penulis menggunakan kata MPO untuk membedakan dengan HMI-Dipo), persoalan identitas menjadi sangat penting karena bagaimanapun dalam konteks organisasi perkaderan yang menjadikan perkaderan sebagai tugas utamanya maka diharuskan untuk merumuskan identitas yang jelas dari organisasi ini. Tulisan ini akan mencoba menggugat realitas HMI-MPO saat ini yang seakan-akan kehilangan identitasnya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan.
Identitas Lama HMI-MPO
HMI-MPO adalah faksi dari HMI yang lahir karena menolak kebijakan pemerintah yang menerapkan pancasila sebagai azas organisasi menggantikan azas Islam yang sudah menjadi azas organisasi sejak awal berdirinya. Sebagai organisasi yang lahir dari sebuah perlawanan terhadap rezim penguasa orde baru maka identitas yang melekat pada HMI-MPO dan yang membedakan dengan HMI-Dipo adalah terletak pada azasnya.
Pada awal keberadaannya, HMI-MPO tidak hanya sekedar menjadikan Islam sebagai Azasnya, tapi juga implementasi nilai-nilai ke-Islam-an yang sangat kental pada kader-kader HMI pada awalnya. Sehingga gerakan HMI-MPO cenderung fundamentalis dan eksklusif. Selain itu, sikap radikal dan militansi kader menjadi sebuah pembeda dengan kalangan organisatoris lainnya.
Identitas lain yang terlihat dari HMI-MPO adalah tingkat intelektualitas yang dimiliki para kader-kadernya yang memperlihatkan bahwa budaya diskusi dan membaca sangat mendominasi kader-kadernya. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya wacana yang digulirkan oleh aktivis-aktivis HMI-MPO, seperti revulosi sistemik dan gerakan tamaddun. Akan tetapi karena tidak mempunyai akses dalam pemerintahan, maka wacana yang dimunculkan hanya sekedar wacana yang tiada pernah terealisasi. Wacana-wacana yang dimunculkan aktivis-aktivis HMI-MPO merupakan hasil dari kajian-kajian yang dilakukan kader-kadernya.
Berbagai identitas organisasi yang dimiliki oleh HMI-MPO membuat organisasi ini dikenal oleh dunia luar walaupun selalu dalam tekanan rezim orde baru. Sehingga tidak mengherankan walau dalam kondisi tidak didukung oleh penguasa, HMI-MPO justru berkembang pesat sampai saat ini. Pada kongres ke-26 lalu di Jakarta Selatan tercatat sekitar 50 cabang yang tersebar diseluruh Indonesia.
Merumuskan Identitas Baru HMI-MPO
Dalam perkembangan selanjutnya, persoalan identitas menjadi persoalan utama di tubuh organisasi ini. Hal ini disebabkan beberapa hal. Pertama, runtuhnya rezim orde baru dan berganti ke era reformasi saat ini, persoalan azas tunggal pancasila tidak lagi menjadi relevan karena dengan dicabutnya undang-undang yang mengatur tentang azas tunggal. Disamping itu HMI-Dipo pun telah begitu cepat merubah azasnya menjadi azas Islam, sehingga persoalan azas tidak lagi menjadi pembeda antara kedua oraganisasi. Karena kedua organisasi telah menggunakan Islam sebagai azas organisasinya.
Kedua, pada perkembangan selanjutnya, HMI-MPO yang terlihat sangat fundamentalis dan eksklusif dan konsisten dengan nilai-nilai ke-Islama-nya, sedikit mengalami pergeseran. HMI-MPO bahkan dinilai sebagai organisasi Islam yang modernis. Pada awalnya semua aktivis HMI-MPO diukur dengan parameter ke-Islam-annya, saat ini HMI-MPO lebih cenderung terbuka dan menyerahkan persoalan teologis terhadap pluralitas kader-kadernya. Pluralitas ini menyebabkan ekpresi keagamaan masing kader-kader HMI-MPO berbeda-beda. Sehingga tidak mengherankan jika ada kader yang sangat kental nilai-nilai religiusnya, tidak sedikit pula kader yang lebih moderat dan bahkan “liar” dan semaunya sendiri tergantung cabang dan daerahnya. Akibatnya identitas ke-Islam-an HMI-MPO lenyap digantikan oleh gerakan lain.
Identitas keagamaan saat ini lebih melekat pada KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yang sangat konsisten menjadikan nilai-nilai ke-Islam-an pada setiap kadernya. Tidak mengherankan jika dalam waktu relatif cepat KAMMI maju pesat dalam menjalankan perkaderannya. Bahkan dalam konteks dunia gerakan mahasiswa KAMMI lebih dikenal dengan HMI-MPO.
Ketiga, perkembangan dunia gerakan mahasiswa telah kehilangan daya kritisnya. Hal ini disebabkan membaca dan diskusi tidak lagi menjadi budaya di kalangan mahasiswa. Mahasiswa menjelma menjadi manusia yang apatis-pragmatis-oportunistis, sehingga yang ada dalam benak pikirannya hanyalah cepat lulus dan kerja walaupun tidak mempunyai ilmu sama sekali. Tidak ada lagi wacana-wacana baru yang digulirkan untuk menyelesaikan persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan dan tidak ada lagi karya-karya ilmiah yang dihasilkan oleh kalangan aktivis mahasiswa. Hal ini juga berimbas pada HMI-MPO karena mahasiswa yang menjadi objek perkaderannya juga telah mengalami hal yang sama dengan mahasiswa umumnya.
Dari ketiga hal diatas, dapatlah dikatakan bahwa identitas HMI-MPO yang sejak awal telah melekat sebagai cirri organisasi saat ini sudah hilang. Hal ini tentu menjadi persoalan serius untuk segera dicarikan solusinya yang jika tidak segera dilakukan maka HMI-MPO hanya akan menjadi sejarah dalam pergerakan mahasiswa Indonesia.
Ditengah kondisi mahasiswa yang sangat apatis-pragmatis-oportunistis saat ini dan persaingan merebut kader sebanyak-banyak diantara organisasi sebagai bukti eksistensinya, dibutuhkan rumusan baru dalam hal identitas organisasi.
Dalam pandangan penulis, HMI-MPO harus kembali ke-khittah gerakannya. Paling tidak ada dua opsi yang dapat dilakukan. Pertama, mengembalikan identitas awal HMI-MPO yakni mempertegas kembali nilai-nilai religius ke-Islam-an yang sejak awal menjadi dasar pijakan dalam menjalankan segala aktivitas organisasi. Dengan kondisi pluralisme pemahaman keagamaan yang ada saat ini sulit bagi HMI-MPO untuk memperlihatkan model keber-Islam-an HMI-MPO secara keseluruhan. Yang terlihat kepermukaan justru sifat keabu-abuan dalam memahami Islam. Selain itu, mengembalikan tradisi intelektual HMI-MPO dan meningkatkan militansi kadernya. Juga mutlak dimiliki. Jika ketiga hal ini dimiliki oleh HMI-MPO saat ini dalam pandangan penulis tidak sulit bagi HMI-MPO untuk mengembangkan dirinya. Disaat trend lebih cenderung menginginkan religiusitas maka HMI-MPO memperlihatkan diri sebagai organisasi yang religius atau bahkan ketika yang dilihat itu adalah dari segi intelektual dan militansi gerakan maka hal itu yang ditonjolkan kepermukaan. Dalam artian HMI-MPO mampu menyesuaikan diri dengan keinginan pasar yang ada tanpa harus melepaskan identitas dirinya.
Opsi lainnya yang bias diambil adalah mencoba merumuskan identitas baru yang sama sekali berbeda dengan identitas HMI-MPO pada awalnya. Perumusan diperlukan ketika pasar (mahasiswa dan masyarakat) tidak lagi memerlukan tiga identitas yang disebutkan diatas. Mungkin bisa dilakukan dengan mendukung ide pluralisme dan liberalisme seperti dikenalnya Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan wacana pluralismenya atau Koalisi Anti Utang (KAU) dengan identitas penolakan utang. Tergantung apa yang diingikan oleh masyarakat HMI-MPO secara keseluruhan.
Sampai pada tataran ini, penulis berpandangan bahwa dengan identitas yang jelas maka sebuah komunitas atau organisasi akan dengan cepat berkembang dan diketahui keberadaan. Semoga kedepan, HMI-MPO mempunyai identitas yang bisa membuat organisasi ini lebih berkembang. Semua itu bisa terjadi jika masyarakat HMI-MPO baik pengurus (mulai dari Pengurus Besar hingga Komisariat), kader dan segenap alumninya menyadari akan hal ini. Semoga tulisan ini menjadi bahan diskusi awal bagi kita semua untuk menemukan dan merumuskan identitas yang jelas bagi HMI-MPO. Semoga….
*Sunardi Panjaitan : Mantan Ketua HMI Cabang Jakarta Selatan dan Direktur Penerbitan LAPMI Jaksel.
Download artikel ini:
http://rapidshare.com/files/160937775/mempertegas_identitas_HMI_MPO.rtf.html
|